Rabu, 09 April 2008

wisata kuliner

Biryani Rice


Ketika masa-masa awal hidup di tanah arab ini, jangan harap bisa cari makanan khas Indonesia (rujak cingur, nasi padang, nasi uduk, gudeg jogja, sate dll). Seiring waktu yang berjalan...halah...akhirnya banyak juga orang-orang Indonesia yang berdatangan dan ada beberapa diantaranya 'berkreasi' untuk memiliki Passive Income ala Robert T. Kiyosaki hehe...he... Buka restoran masakan Indonesia di sana sini.

Tapi bukannya malah sering-sering ke resto itu, cita rasa keluarga kami makin "tergerus" oleh masakan-masakan setempat. Dimulai dari ayahnya anak-anak yang mulai suka nasi Bukhari yang asli arab dengan sate kabab yang heboh itu, lama-lama semua anggota keluarga juga udah bisa "mengenali" macem-macem masakan setempat. Termasuk diantaranya adalah Nasi Biryani yang konon asli India. Begitu denger masakan India, sebenernya kami juga agak sungkan untuk mencicipi masakan yang satu ini, karena masakannya terkenal dengan banyaknya bumbu-bumbu "gak jelas" dan berbau aneh. Tapi ya itu tadi, makin lama kami makin terbiasa makan nasi itu.









kangen...

beberapa hari sebelum saya ke new york, saudara-saudara saya banyak yang berkomentar... "wah, tinggal di luar negeri gak ada makanan indonesia, nanti kangen trus jadi susah makan lagi, louc..."

waktu itu saya cengar-cengir saja. yang menjawab malah ayah saya, "loucee? susah makan? sepertinya tidak mungkin. anak ini kan pemakan segala, ya gak louc?"

betul banget, pak!
saya memang tergolong manusia yang senang makan. lidah saya pun mudah terpuaskan oleh segala macam jenis masakan selama ada unsur dagingnya. jadi, tinggal di luar negeri tidak lantas membuat saya kurus kering akibat kangen masakan indonesia. paling saya kangen makan bakso blok S, but no biggie lah. masih ada bakso vietnam untuk menggantikan.

selama tinggal di new york, jenis makanan yang saya konsumsi pun berganti-ganti setiap hari. hari ini jepun, besok chinese, lusa italian, etc. masak sendiri atau beli tidak masalah. karena di new york semua jenis makanan dari seluruh dunia tersedia lengkap. kalo lagi kepengen makan makanan indonesia pun juga gampang. saya tinggal naik subway ke restoran padang di queens atau tempat jual nasi rames di warteg indonesia, atau kalau lagi niat masak, tinggal ke supermarket indonesia untuk beli bumbu-bumbu instant munik atau indofood.

lalu saya pindah ke glasgow. tentu, segala kemudahan yang saya nikmati di new york tak lagi bisa dinikmati di kota ini. tapi saya masih santai. berbekal stok bumbu instant dan royco yang saya boyong dari new york dan juga indonesia, lidah saya tetap bahagia. hampir setiap hari saya masak makanan indonesia. kalau sedang bosan saya membuat variasi jenis masakan ala 'negeri lain'. tambah kikkoman jadi japanese food, tambah fish sauce jadi thai food, dan tambah herbs de provence jadi french food. sesekali saya juga membeli roti baguette dari supermarket yang biasanya dimakan suami saya sambil protes. "baguettenya gak enak! gak kaya di perancis." katanya.

buat saya waktu itu, komentar suami saya yang merindukan makanan perancis itu sungguh menggelikan... "ah, kamu manja! baguette ya dimana-mana rasanya sama. namanya roti emang bisa beda apa rasanya?"

saya memang sok tau banget waktu itu. sebab begitu sampai di paris, saya baru merasakan roti baguette fresh from the oven dari boulangerie. rasanya nikmat, apalagi kalo dimakan dengan masakan perancis asli lainnya. it's like a taste created in a different world. selama 6 bulan tinggal di perancis, saya pun jadi sibuk memanjakan lidah dengan membuat hidangan perancis saja. royco dan bumbu-bumbu instant tergantikan posisinya dengan keju, pate, saucisson, dan wine. my tongue was living in heaven then. never really across in my mind, that after leaving paris for good, my tongue was about to get a 'wake up call'.. by tasting the reality that is called... the british food.

2 minggu yang lalu...
saya sampai di newcastle dengan hanya berbekal baju untuk 10 hari. we were trying to fly light. seluruh barang lain termasuk stock bumbu masakan indonesia dan perancis dikirim lewat container. kata orang mover, containernya bakal sampai dalam waktu antara 10-21 hari. tak pernah terpikir oleh saya bahwa 2 minggu setelah kami tiba, akan menjadi sebuah perjuangan tersendiri untuk menyesuaikan selera makanan di negeri ini. because yes... i have to eat whatever available in this country.

now... fish and chips or any other brits' cuisine in general are definitely the kind of food that we both hate. jadi saya mencoba untuk memasak makanan perancis dengan bahan-bahan yang bisa saya temukan di supermarket. tanpa bantuan herbs de provence tentu 'rasa perancis' dari segala jenis makanan yang saya coba masak akan berkurang jauh. tapi saya masih menaruh harapan saat membuat salad yang seharusnya dengan dressing olive oil dan balsamic vinegar bisa langsung terasa 'perancis'nya. well... it actually didn't happen. saya baru menyadari bahwa sayur-sayuran mentah inggris ternyata beda dengan yang di perancis. sayur yang saya temui di supermarket sini tidak berbau dan tidak ada rasanya. mengunyah salad inggris sama seperti mengunyah sayuran plastik. it tastes like... errr... nothing! dan roti baguette yang saya beli untuk menemani salad juga kini jadi terasa beda.

"i've told you that the taste of british baguette and vegetable sucks!" kata laurent.

esok harinya, saya ke chinatown newcastle yang panjang jalannya cuma 200 meter. untuk mengganti makanan perancis yang sudah tak mungkin lagi didapatkan disini, saya sudah niat untuk kembali ke selera asal nusantara dengan mencari bumbu instant di satu-satunya toko grocery disana. well... guess what? selain indomie dan sambel kokita, saya tak menemukan produk berbau indonesia lain disana. sebetulnya saya sudah memprediksi ini sebelum masuk toko. namun di hati kecil saya tetap tersimpan harapan... kali-kali aja ada. but... ketika harapan itu tak jadi kenyataan, tiba-tiba saja ada perasaan rindu menyeruak menusuk kalbu. bertahun-tahun setelah meninggalkan tanah air, untuk pertama kalinya saya bisa bilang... "duh, gusti... saya ingin pulang... saya kangen makanan indonesia..." :(






Putu dan Pizza



Putu, makanan indonesia asli. Menurut wikipedia, Putu didefinisikan sebagai:

Kue putu adalah jenis makanan Indonesia berupa kue yang berisi gula jawa dan parutan kelapa. Kue ini biasanya dimasak dengan diletakkan di dalam bambu dan dijual pada malam hari.

Kebanyakan warna dari kue putu ini adalah putih dan hijau. Kue putu sendiri sudah merambah ke negara lain contohnya Singapura, meskipun nama dan bentuk untuk kue ini sedikit berbeda, tetapi rasanya sendiri sama dengan kue putu tradisional Indonesia itu sendiri.
Sayang, sudah sedikit orang Indonesia yang mengenal kue ini. Apalagi yang menjual sekarang tidaklah banyak. Bagaimana tidak, berapa banyak penduduk Indonesia yang menyukai makanan tradisional Indonesia. Lebih banyak yang suka fast food ala luar negeri.



Pizza, makanan tradisional juga. Tapi asalnya bukan dari Indonesia, tapi dari negeri Italia. Pizza menjadi populer karena bisa menyebar ke berbagai negara. Banyak anak-anak dan pemuda-pemudi Indonesia yang sekarang sudah terbiasa menyantap pizza.

Kebetulan, kemarin makan dua jenis makanan itu. Rasanya memang jauh berbeda. Tapi sekarang orang-orang di Indonesia sendiri yang lebih menyukai pizza ketimbang kue putu. Bahkan mengenal atau pernah melihat kue putu saja, mungkin banyak yang belum pernah. Memprihatinkan. Semakin sedikit kue putu disukai mengakibatkan para penjualnya akan semakin langka pula. Membandingkan antara penjual pizza dengan penjual kue putu mungkin agak keterlaluan. Tapi kalau kita lihat, penjual pizza sekarang yang dikunjungi oleh pembelinya di restorannya, sedangkan penjual putu harus berlelah-lelah berkeliling di malan hari untuk mencari pembeli yang jumlahnya semakin menurun. Penjual pizza dengan hanya didatangi sudah banyak untungnya, penjual putu berkeliling semlaam pun belum tentu mendapatkan hasil yang setimpal.

Dulu ada lagu yang populer, judulnya Singkong dan Keju. Mungkin kisah putu dan pizza ini mirip dengan singkong dan keju. Singkong terpinggirkan, putu juga. Keju menjadi simbol modernitas kehidupan, pizza juga.